Kamis, 27 Juni 2013

Siswa Papua Serbu ke Jerman

Lirik lagu “Aku Papua” yang dipopulerkan oleh Edo Kondologit, penyanyi asli Papua, kembali dinyanyikan secara bersama oleh 21 siswa Papua yang akan melanjutkan studinya ke Jerman.
“Tanah Papua tanah yang kaya, surga kecil jatuh ke bumi, Seluas tanah sebanyak madu, adalah harta harapan. Tanah papua tanah leluhur, Di sana aku lahir, Bersama angin bersama daun, Aku di besarkan”
Bagi Helen Wenda,salah satu dari 21 siswa, mengatakan bahwa studi ke Jerman itu seperti mimpi. “Sejak duduk di bangku sekolah, tak ada bayangan sama sekali kalau akhirnya saya terseleksi menjadi salah satu siswa yang mendapat bea siswa ke Jerman” katanya.
21 siswa Papua itu berasal dari dua daerah. Yang pertama, 12 siswa lulusan SMA berasal dari Jayapura dan kebanyakan berasal dari suku-suku pegunungan Wamena (Lembah Baliem) seperti suku Lani, Dani dan suku Yali. Sedangkan, 9 siswa lainnya berasal dari Timika Mimika yang sebelumnya telah tamat dari SMA Lokon Tomohon. “Yang berasal dari Timika berasal dari suku Amungme (Nduga) dan Kamoro” jelas Sekretaris Eksekutif LPMAK, Emanuel Kemong, Jumat (31/5) di kantor LPMAK, Jalan Yos Sudarso, Timika.
Kepastian bahwa mereka akan ke Jerman, ternyata butuh perjuangan, ketekunan dan kedisiplinan yang tinggi tersendiri. “Dari 102 siswa yang mendaftar, kemudian diseleksi kemampuannya dan hanya 50 siswa yang lulus. Dari 50 siswa itu kemudian ditest untuk ikuti persiapan di Losnito Intensive Program selama 6 bulan, dan ke-12 siswa itu kemudian diuji oleh Prof. DR. Herman Josef Buckhermen dari Program Freshman, Univeritas Aachen, Jerman” ungkap Bp. Yohanes Tabuni dari Yayasan Harapan Pola Papua, yang memiliki motto, “berubah untuk menjadi kuat”.
1370226332244678693
Foto Bersama Dengan Prof. Buckhermen



Hari ini ke 21 siswa Papua itu memulai menapak ke Jakarta untuk mempersipakan diri berangkat ke Jerman pada awal September nanti. “Ada banyak hal yang harus mereka selesaikan seperti mendapat urus pasport, urus visa, mematangkan bahasa Jerman dan Inggris serta Matematika” jelas Bp. Yohanes Kembuan dari IDEA.
Studi ke Jerman bagi siswa non Papua masih menjadi mimpi yang entah kapan terwujud. Terutama tingginya biaya studi dan living cost selama berada di Jerman. “Dari segi intelektualitas, sebenarnya iswa-siswa non Papua, lebih menonjol, tapi karena tidak ada dukungan bea-siswa seperti anak Papua, ya sudah lanjut studi di perguruan tinggi yang murah dan dekat” ujar Brenda yang fasih berbahasa Inggris.
Semua institusi pemberi bea siswa ke Jerman berharap, 10 tahun ke depan mereka diharapkan kembali ke tanah Papua, harta harapan, tanah leluhur, seperti dalam lirik lagu yang didendangkan oleh ke 21 siswa Papua itu.
Kini, Jerman menjadi salah satu tempat favorit bagi generasi muda Papua untuk berubah menjadi kuat seperti lirik lagu Aku Papua ini, “Bersama angin bersama daun, Aku di besarkan”.